BANDUNG KJ – Menyikapi PP 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jawa Barat sebagaimana dikatakan Sekretaris Fraksi, Sunatra mengatakan sebaiknya dibatalkan dan atau paling tidak perberlakuannya ditunda.
Hal itu dikemukakan mengingat tanggapan masyarakat yang beragam antara pro dan kontra yang umumnya menolak kenaikan tarif tersebut yang dinilai tidak wajar dan tidak mempertimbangkan kondisi keuangan dan perekonomian rakyat.
Fraksi Gerindra menyesalkan terbitnya PP tersebut tanpa sosialisasi yang cukup, sehingga mengejutkan masyarakat. Kenaikan tarif pengurusan biaya administrasi kendaraan bermotor yang melonjak dua hingga empat kali lipat tentu sangat tidak rasional dan memberatkan bagi masyarakat. Ukuran kenaikan tersebut dasarnya apa, apakah karena harga harga naik atau memang negara sudah benar benar kepepet tidak punya uang.
Fraksi Gerindra mempertanyakan dasar tersebut, rakyat harus diberikan penjelasan, agar tidak membingungkan, sekaligus tidak meresahkan pemilik kenadaraan atau yang akan beli kendaraan baru. Hal ini bisa mengganggu animo orang untuk beli kendaraan baru atau kendaraan bekas.
Seperti diketahui dalam PP tersebut penerbitan STNK baru atau perpanjangan kendaraan roda dua naik dari Rp. 50 ribu menjadi Rp. 100 ribu,untuk roda 4 naik dari Rp. 75 ribu menjadi Rp. 200 ribu.Penerbitan TNKB roda dua naik dari Rp. 30 ribu menjadi Rp. 60 ribu, roda empat naik dari Rp. 50 ribu jadi Rp. 100 ribu. Penerbitan BPKB roda dua baru atau ganti kepemilikan dari Rp. 80 ribu menjadi Rp. 225 ribu.Untuk roda empat dari Rp. 100 ribu jadi Rp. 375 ribu. Penerbitan surat mutasi kendaraan bermotor ke luar daerah untuk roda dua dari Rp. 75 ribu jadi Rp. 150 ribu, sedangkan untk roda empat dari Rp. 75 ribu menjadi Rp. 250 ribu.
Kenaikan tarif tersebut dasarnya harus diketahui masyarakat dan perlu sosialisasi terlebih dahulu, sehingga rakyat tahu dasarnya jelas dan penggunaan uang tersebut juga jelas untuk apa. PNBP ini memang menjadi ranahnya pemerintah pusat, tapi yang menerima dampaknya adalah pemerinmtah daerah,misalnya PAD bagi provinsi primadonanya dari PKB dan BBKB, kalau ini terganggu, maka APBD bisa terganggu juga, terutama dari sektor penerimaan/pendapatan daerah.
Atas dasar itu Fraksi Gerindra meminta agar pemberlakuan PP No 60 Tahun 2016 tersebut ditunda, mengingat tadi masyarakat belum siap karena tidak adanya sosialisasi dari pemerintah, dalam hal ini jajaran kepolisian. Disamping itu belum sinkron dengan Pemda Provinsi. Dalam catatan Fraksi Gerindra Samsat dan atau Badan Pendapatan Daerah d/h Dispenda belum pernah menyinggung masalah ini. Kedua PP tersebut dibatalkan. Predisen Jokowi punya kewenangan untuk mencabut PP tersebut kalau belum sinkron interdep atau kementrian/badan/lembaga.
“Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan hal ini bukan ranah Kemenkeu. kan ini aneh, masa Menteri Keuangan tidak tahu masalah ini. Padahal yang dibicarakan menyangkut keuangan negara . Oleh karena itu sebaiknya Presiden mencabut PP tersebut, sebelum sinkron antar kementrian, ya paling tidak Kementrian Perhubungan, Kementrian Keuangan dan Mabes Polri,” demikian dikatakan Sunatra kemarin. (AS)