Tidak Sedikit Kepsek Keluhkan Sistem TNT Dalam Perbup Nomor 6 Tahun 2020

Pendidikan

Kab. Bandung, KJ – Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 6 Tahun 2020 Tentang perubahan atas Perbup Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Implementasi Transaksi Non Tunai (TNT) banyak dikeluhkan para kepala sekolah di wilayah Kabupaten Bandung. Pasalnya aturan itu dinilai mempersulit pencairan dana apalagi tak semua kecamatan apalagi desa memiliki cabang bank.

Menurut mereka, bagi lokasi yang berada dekat perkotaan sangat mudah mendapatkan kantor bank maupun mesin ATM. Namun, tidak demikian bagi sekolah yang berada di pelosok.

Di SMPN 1 Soreang, dikeluhkan pembayaran honorarium tenaga kebersihan maupun keamanan yang harus non tunai.

“Nilai honorarium bulanan juga kecil sehingga ribet kalau harus non tunai,” ujar Kepala Sekolah SMPN 1 Soreang, Usman Ali.

Apalagi tak sedikit tenaga honorer yang belum pernah berhubungan dengan pihak bank sehingga tidak tahu cara membuka rekening sampai menggunakan ATM. Tidak berhenti disana, beban biaya admin bank juga dirasa cukup besar sehingga semakin memberatkan.

Bahkan, disinyalir ada salah satu sekolah di Kabupaten Bandung yang menggunakan daftar Data Pokok Pendidikan (Dapodik) guru honor yang sudah tidak aktif, untuk selanjutnya diuangkan. Hal demikian, agar bisa dibayarkan pada guru honor yang baru masuk pada bulan Januari 2020.

Dikarenakan guru honor tersebut msh baru dan belum terdaftar pada dapodik, akhirnya kepala sekolah berinisiatif memanfaatkan daftar dapodik guru honor yang sudah tdk aktif dan kebetulan dapodiknya belum dihapuskan. Padahal seharusnya bagi guru honor yang sudah tidak aktif mengajar sedianya daftar dapodik pun harus sudah dihapuskan.

Keluhan tentang transaksi non tunai bukan hanya dirasakan oleh kepala sekolah SMP saja melainkan juga bagi kepala SD.

“Menyikapi demikian di lapangan, dikhawatirkan ada indikasi atau kerjasama antara kesek dengan guru honor non aktif yang dipergunakan dapodiknya,” terang salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya belum lama ini.

Kejadian tersebut, menurutnya didapatkan dari keterangan dan informasi di lapangan dikarenakan guru honor non aktif tersebut masih ada kekerabatan keluarga dan bisa dikatakan sebagai anak dari kepala sekolah yang telah pensiun.

“Jika dilihat dari keluhan atas TNT, maka wajar bila itu salah satu penyebab atau faktor pemicunya,” ujarnya.

Adapun dikatakan Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Bandung Diar Irwana mengatakan, pihaknya bersama Dinas Pendidikan (Disdik) melakukan mapping (pemetaan) terkait persoalan yang dihadapi sekolah-sekolah di Kabupaten Bandung dengan adanya implementasi perbup tersebut.

“Kami melihat kesulitan yang dihadapi seperti apa. Kalau TNT dianggap menghambat pencairan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), di mana letak penghambatnya?. Apakah hanya soal kebiasaan atau teritorial,” ujarnya.

Jika dalam proses mapping nanti mengemuka masalah kebiasaan, pihaknya nanti akan memberi batas waktu. Dalam mapping juga akan diketahui, sekolah mana yang sulit dijangkau perbankan.

Dana BOS yang digulirkan pusat melalui TNT, menurut hematnya justru akan memberikan kenyamanan, salah satunya menjamin hak para guru honorer sekolah. Selain itu juga, pertanggungjawaban keuangan akan dijamin tepat waktu.

Jumlah honor yang ditransfer akan sesuai dengan jumlah semestinya. Andai misalkan guru honor ini rekeningnya bukan bank BJB, bisa diterapkan misalnya tanpa biaya transfer,” tambahnya.

Sistem TNT, lanjut Diar, sebenarnya bukan hal yang baru. Dasar hukumnya sudah jelas, antara lain Undang-Undang no 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Instruksi Presiden no 10 Tahun 2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Surat Edaran (SE) Mendagri 910/1867/SJ Tentang TNT pada Pemkab dan Pemerintahan Kota (Pemkot).

Selanjutnya, SE Mendagri 910/14005/SJ Tentang Akselerasi Implementasi TNT Pemerintah Daerah (Pemda), serta Surat Sekda Provinsi Jabar 900/304/BPKAD Tentang Laporan Perkembangan Implementasi TNT dalam Rangka Elektronifikasi Transaksi Pemda.

“Latar belakang pemberlakuan TNT ini kan untuk akuntabilitas, transparansi dan percepatan pertanggungjawaban keuangan pemda. TNT justru akan meminimalisir peluang korupsi dan kebocoran anggaran, terutama dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemkab dan pemkot,” urai Diar.

Untuk diketahui, kata Diar, implementasi perbup lama dengan batas transfer Rp 10 juta, diubah menjadi Rp 0. Parameter (batasan) pemberlakuannya adalah perangkat daerah di lingkungan Pemkab Bandung.

Parameter berikutnya adalah BP (Bendahara Pengeluaran) dan BPP (Bendahara Pengeluaran Pembantu) yang ditunjuk dan ditetapkan melalui SK (Surat Keputusan) Bupati. Kalau bendahara sekolah swasta, saya kira tidak pakai SK Bupati, makanya kita tunggu hasil mappingnya nanti,” ungkap Diar.

Di tempat berbeda, pihak Disdik Kabupaten Bandung akan melakukan rapat koordinasi dan mengajukan pengecualian kepada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Bandung.

Kepala Disdik Kabupaten Bandung, Juhana membenarkan adanya kepala sekolah yang mengeluh terkait sistem TNT. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan koordinasi untuk mengajukan pengecualian karena beberapa hal. Diantaranya, terkait teritorial wilayah antara sarana pendukung dengan sekolah.

”Hari ini, kami bersama beberapa perwakilan kepsek, korwil pendidikan akan melakukan rapat koordinasi dan mengajukan pengecualian kepada BKAD,” kata Juhana kepada awak media.

Menurut Juhana, pihaknya sudah merilis sekolah sekolah yang tidak mungkin bisa melakukan TNT karena berada di wilayah pinggiran. Hal itu, untuk menjadi bahan kajian pengecualian.

”Kepala sekolah merasa tidak efektif, kalau harus transfer honor Rp.300 ribu. Guru horor, merasa keberatan mengambil honor ke bank, kerana terkendala biaya transportasi,” jelasnya.

Juhana menjelaskan, minimnya sarana penunjang menjadi kendala pemberlakukan sistem TNT. Guru honorer khususnya yang berada di wilayah terpencil akan merasakan langsung. Sebab, lokasi sekolah dengan sarana TNT cukup jauh.

“Para guru honorer terutama di daerah daerah terpencil mengajukan keberatan diberlakukannya sistem TNT. Sebab, Misalnya guru memperoleh honor Rp.300- 400 ribu lalu ditransfer. Untuk mengambil uangnya ke mana? Belum bayar biaya transportasi, itu salahsatu kendala yang mereka keluhkan,” tuturnya.

Juhana menambahkan, sistem TNT bisa diberlakukan dan tidak akan ada masalah bagi guru honorer yang ada di wilayah perkotaan. Sebab, sarana pendukungnya pasti ada. Mereka setiap sehari bisa menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Namun, bagi guru honor di wilayah terpencil menjadi kendala utama.

Lebih lanjut Juhana menjelaskan, sistem TNT sebetulnya sudah lama diberlakukan. Hanya, untuk pengecualiannya dibatas nilai Rp.10 juta ke bawah. Dengan diberlakukannya Perbup terbaru, pihaknya berharàp, TNT bisa diberlakukan bagi nominal antara Rp. 2-5 juta. Selain untuk pembayaran honor tenaga honorer, TNT juga akan menjadi kendala pada transfer belanja barang bila jumlah nilainya kecil. Namun untuk belanja barang itu bisa disiasati, yaitu bisa melalui kontrak kerja.

“Misalnya untuk fotocopy, dibayarnya bisa satu bulan sekali. Namun bila belanja fotocopy hanya Rp 3.000 sampai Rp 4.000 lalu harus ditrasfer pasti akan menyulitakan sekolah,” pungkasnya. (ka)

0 thoughts on “Tidak Sedikit Kepsek Keluhkan Sistem TNT Dalam Perbup Nomor 6 Tahun 2020

  1. tidak berguna TNT, Knapa z bilang tidak berguna setelah sudah di terasnfer ke pihak honorer, pihak bendahara disuruh mengembalikan separuh.., jadi apalah ke untungan dari TNT,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *