Persoalan Desa Wisata Memiliki Keunikan Tersendiri & Membutuhkan Pengaturan Hukum

Info Jabar

BANDUNG, KJ – Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Jawa Barat Kusnadi menjelaskan, bahwa di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Desa Wisata terdapat rumusan mengenai strategi untuk meningkatkan kapasitas sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif di sekita desa wisata.

Selain itu terdapat strategi penguatan kelembagaan desa wisata, pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya, melakukan 3 peningkatan kapasitas kelembagaan desa wisata dan sumber daya manusia desa wisata. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia desa wisata dilakukan terhadap pengelola desa wisata, pelaku usaha dan masyarakat di sekitar desa wisata.

Peningkatan kapasitas tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan di bidang kepariwisataan, fasilitas penerapan program sertifikasi kompetensi bagi sumber daya manusia desa wisata, dan program lain yang diperlukan sesuai karater dan kondisi desa wisata.

“Melalui Ranperda ini diharapkan pemerintah provinsi memiliki payung hukum yang memadai untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, dalam pengelolaan desa wisata yang pada akhirnya dapat meningkat kesejahteraan masyarakat desa dengan adanya lapangan kerja dan lapangan usaha baru”ucap Kusnadi saat membacakan penjelasan atas tanggapan Gubernur jawa barat terhadap rancangan peraturan daerah tentang desa wisata dihadapan Rapat Paripurna, belum lama ini.

Kusnadi melanjutkan, Ranperda terkait Desa Wisata memberikan pedoman untuk pembangunan dan pengelolaan desa wisata. namun, ketentuan yang menjadi arah kebijakan utama untuk memastikan peran pemerintah provinsi dalam pengembangan desa wisata ada pada ketentuan mengenai strategi pemberdayaan desa wisata.

Dalam Ranperda ini menetapkan 5 (lima) strategi pemberdayaan desa wisata, meliputi penguatan kelembagaan desa wisata, penyediaan infrastruktur, terutama akses jalan, prasarana umum, fasilitas umum dan fasilitas pariwisata, serta moda transportasi, penelitian dan pengembangan, promosi dan informasi secara nasional dan internasional dengan memanfaatkan teknologi informasi dan pengembangan kerjasama kemitraan.

“Selain strategi pemberdayaan tersebut, ranperda ini juga mengamanatkan kepada pemerintah provinsi untuk dapat memberikan penghargaan kepada desa wisata yang memiliki kinerja kepariwisataan yang baik, dengan mempertimbankan kontribusi desa wisata terhadap pengembangan budaya tradisional dan pemeliharaan kelestarian alam dan perlindungan lingkungan hidup” katanya.

“Mengenai fasilitasi pelestarian kampung adat, ranperda ini memang dirancang dengan salah satu orientasinya adalah pelestarian budaya. selain basis wisata sumber daya alam dan hasil buatan manusia, desa wisata diselenggarakan dengan basis budaya dalam bentuk daya tarik atas tradisi budaya dan kearifan lokal,” imbuhnya.

Lebih lanjut Kusnadi pun menguraikan 8 (delapan) bentuk daya tarik berbasis budaya untuk desa wisata, yang berkaitan dengan ciri khas dan potensi kampung adat yang ada di Provinsi Jawa Barat. Selain itu, kelompok masyarakat hukum adat dapat menjadi subjek yang melakukan pencanangan dan pengelolaan desa wisata.Pengembangan industri pariwisata desa wisata dan sinergi desa wisata dengan pengusaha besar dan UMKM, salah satu tujuan dari Ranperda ini memang memberdayakan perekonomian dan penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat sekitar desa wisata.

Ranperda Desa Wisata telah mengatur strategi pengembangan kerjasama kemitraan desa wisata, dengan nama pemerintah provinsi akan berperan menghubungkan pengelola desa wisata dengan jejaring usaha mikro, kecil, menengah, dan besar.

“Ranperda ini mengupayakan desa wisata agar dapat memiliki dampak langsung, terutama dari segi ekonomi, kepada masyarakat sekitar. Oleh karena itu, Ranperda ini mengatur bahwa masyarakat sekitar memiliki hak untuk berpartisipasi baik dalam pembangunan, mempromosikan, pengelolaan, maupun pemberdayaan desa wisata. Masyarakat sekitar memiliki hak untuk mendapatkan manfaat dan atau nilai tambah atas pembangunan, pengelolaan, dan pemberdayaan desa wisata,” paparnya.

Kemudian mengenai peran dan sinergi antar sektor dalam pengembangan desa wisata, melalui Ranperda tersebut berupaya memetakan segitiga sinergi antara desa wisata (masyarakat), pemerintah, dan dunia usaha. Pemerintah provinsi akan berperan menjadi motor pendorong sinergi desa wisata dengan cara menghubungkan desa wisata dengan pengusaha mikro, kecil, menengah dan besar. Menghubungkan desa wisata dengan jejaring usaha kepariwisataan pada level provinsi, nasional, dan internasional, serta mempromosikan desa wisata 7 tersebut pada level nasional dan internasional.

Selain itu, pemerintah provinsi juga berperan melakukan penelitian dan pengembangan untuk mengidentifikasi potensi teknologi baru yang dapat diimplementasikan untuk memperkuat desa wisata.

“Pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota berperan pula dalam memberdayakan desa wisata untuk mampu mengadakan dan mengelola portal informasi digital agar desa wisata dapat dipasarkan secara online,” jelasnya.

Proses perancangan ranperda ini pun telah melalui analisis dan evaluasi peraturan perundangundangan terkait pada tingkat pusat maupun daerah, termasuk pada Perda No. 8 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan dan Perda No. 15 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Jawa Barat tahun 2015-2025. Hal tersebut dilakukan sebagai 8 upaya agar pembentukan ranperda ini harmonis dan tidak menimbulkan tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

Dalam hubungannya dengan perda no. 8 tahun 2008 yang mengatur penyelenggaraan kepariwisataan secara umum, Kusnadi menyatakan Ranperda ini diharapkan dapat menjadi ketentuan khusus (lex specialis) yang mengatur mengenai desa wisata mengingat perda no. 8 tahun 2008 belum mengatur materi muatan tersebut.

Meski demikian, ketentuan pada Ranperda ini dibuat sejalan dengan tujuan, asas dan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan pada Perda No. 8 tahun 2008. dalam hal terdapat rencana perubahan terhadap perda no. 8 tahun 2008, perubahan tersebut dapat dilakukan secara independen dari Ranperda ini.

“Persoalan desa wisata memiliki keunikan dan kemendesakan tersendiri yang menimbulkan kebutuhan pengaturan hukum tersendiri sebagaimana dilakukan di beberapa daerah provinsi 9 lain. namun, sebagai sub sistem dari penyelenggaraan kepariwisataan umum, Ranperda ini memuat arah kebijakan pemberdayaan desa wisata yang sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan kepariwisataan secara umum,” katanya.

Terakhir Kusnadi menyebutkan, Ranperda Desa Wisata dalam hubungan dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan, peraturan pemerintah no. 50 tahun 2011 tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional telah menetapkan strategi pengembangan sumber daya lokal melalui desa wisata.

Provinsi Jawa Barat sendiri melalui perda no. 15 tahun 2015 tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi telah memetakan potensi dan merencanakan pengembangan desa wisata di berbagai lokasi di Provinsi Jawa Barat.

“Ranperda ini berupaya untuk memberikan payung hukum sebagai landasan untuk memperkuat pelaksanaan dari rencana induk kepariwisataan tersebut”pungkasnya. (As)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *