Perhatian masyarakat saat ini masih tertuju pada kepulan asap yang tersebar di beberapa wilayah di Kalimantan dan Sumatera. Salah satunya Pekanbaru yang hanya memiliki jarak pandang 20 meter.
Harus ada koordinasi yang baik dalam menangani asap yang dirasa sudah membuat risau warga sekitar. Langkah terpenting untuk wilayah yang dikepung asap adalah dengan meminimalisasi sumbu api.
Umumnya teknik yang digunakan adalah dengan melakukan pendinginan. Yakni menghilangkan unsur panas dengan bahan yang digunakan adalah media dasar air.
Persoalan yang dihadapi adalah wilayah hutan yang terbuka dengan banyaknya sumber lain seperti O2. Artinya, air bukan menjadi solusi tepat dalam menangani kebakaran.
Sebagai pemimpin, semestinya gesit dalam mengambil tindakan, termasuk di dalamnya mencari alternatif lain. Misalnya isolasi dengan menutup permukaan benda yang terbakar untuk menghalangi unsur O2 dalam menyalakan api. Langkah ini bisa menggunakan media serbuk atau busa.
Atau dengan teknik dilusi yakni meniupkan gas inert untuk menghalangi unsur O2 menyalakan api. Sebagaimana teori yang dipaparkan, O2 yang menjadi unsur penyumbang api harus benar-benar diminimalkan. Oleh karena itu, menggunakan media gas CO2 sangat membantu dalam memadamkan sumbu api.
Ketika asap sudah dapat tertangani, maka perlu dirumuskan konsep-konsep pencegahan supaya kejadian tersebut tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Pemutusan mata rantai atas reaksi api harus dapat diaplikasikan hingga dasar persoalan. Ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan.
Pertama, pengamatan lingkungan. Teknik investigasi dilakukan supaya mengetahui dasar-dasar kenapa setiap tahun di musim kemarau senantiasa terjadi kebakaran hutan. Ketika sudah ditemukan beberapa alasan atas sebab akibat dari kebakaran, maka masuk ke tahap berikutnya.
Kedua perumusan strategi. Di sini dapat dilakukan dengan membentuk strategi yang merupakan hasil kombinasi atas beberapa proses utama yaitu analisis situasi supaya dapat dikendalikan.
Kemudian dilanjutkan dengan perumusan tujuan yang bersifat jangka pendek seperti tahunan supaya tidak lagi terjadi pembakaran juga jangka panjang dalam rangka penegakan hukum.
Ketiga implementasi strategi. Refleksi atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan atas dasar kesadaran bersama masyarakat dalam menanggulangi asap dapat dilihat dari kondisi internal dan kemampuan yang ada.
Baik itu, kebijakan untuk investor asing dalam perkebunan maupun menilai lingkungan eksternal dimana faktor sosial masyarakat lokal harus tetap diuntungkan sehingga tidak lagi merasa menderita karena asap yang terus terulang.
Berbagai opsi pemecahan masalah harus terpapar secara jelas dengan berbagai kemungkinan kelebihan atau keuntungan yang dapat dijalankan serta kekurangan atau kerugian yang harus dihilangkan dengan alternatif pemecahan yang lain.
Diharapkan dengan memilih sekumpulan teknik itu, tujuan jangka panjang dan strategi total pemerintah dalam menanggulangi kebakaran dapat tercapai.
Dan terakhir adalah evaluasi strategi. Di sini pemerintah perlu melihat kembali konsep-konsep yang sudah dilaksanakan dengan mengetahui dimana letak strategi penanganan asap atau sumbu api atas kebakaran yang masih melenceng dari tujuan awal.
Dengan mendeteksi gejala yang ada tersebut, pemerintah bersama masyarakat benar-benar pro aktif dalam menyelenggarakan kesejahteraan dan kedaulatan bangsa.
Melalui konsep dan pemikiran yang disosialisasikan secara meluas, maka segala kebijakan yang ada akan senantiasa dievaluasi dan diberikan masukan yang dapat memperkuat status hukum, termasuk etika bisnis perkebunan yang ada di Indonesia.
Penulis:
Firman Syah
Dosen Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI (IISMI) Jakarta