Belajar Adab Lewat Wisata Qur’an Syaamil

Aneka

Wisata rohani tak hanya sebatas mengunjungi makam-makam para leluhur atau wali. Berkunjung ke percetakan pun bisa menjadi wisata rohani.

Terletak di Jalan Babakan Sari No.71 Kiaracondong Kota Bandung, percetakan besar bernama Syaamil bisa menjadi salah satu destinasi berlibur di akhir tahun ini.

Sudah 25 tahun Syaamil mencetak Qur’an dan buku Islami. Padahal awalnya hanya bermula dari garasi rumah.

Bukan sembarang percetakan, di Syaamil para wisatawan bisa belajar seperti apa adab terhadap ilmu. Syaamil merupakan percetakan Qur’an dan buku-buku Islami.

Menurut Corporate Communication Director Syaamil, M Kh. Rachman Ridhatullah, hal yang membedakan percetakan Syaamil dengan lainnya adalah dari bahan baku hingga adab dalam mencetak.

“Kita memilih bahan baku halal. Kertasnya halal. Bahan baku cetak lain seperti tinta, lem, dan kuas itu terhindar dari bahan haram,” jelas Rachman.

Lalu, kedua adalah adab dalam mencetak. Dipercetakan lain biasanya memperlakukan mushaf seperti percetakan buku biasa. Di Syaamil, seluruh karyawan percetakan harus berada dalam kondisi berwudhu.

“Juga menjaga pakaian, gunakan yang sepantasnya. Lalu, saat kita menempatkan hasil cetakan tidak boleh langsung menyentuh lantai. Tapi harus diberi ganjalan kayu,” paparnya.

Bahkan, saat memperlakukan barang reject atau gagal pun, harus dengan adab.

“Kita daur ulang lagi, tapi tetap jgn sampai menyentuh lantai cecerannya,” ujarnya.

Tak hanya itu, di percetakan Syaamil terdapat satu akuarium berisi ikan yang diletakkan di area pembuangan limbah. Gunanya untuk mengecek apakah bahan limbah yang dibuang masih aman atau tidak.

“Kalau limbah itu mencemari air dan ikannya jadi mati, berarti ada yang salah dari proses kita memilih dan menggunakan bahan baku. Namun, sejauh ini alhamdulillah ikannya masih tetap hidup,” ungkapnya.

Dalam sehari, percetakan Syaamil bisa menghasilkan 9.000 eksemplar Qur’an. Proses yang dilakukan cukup panjang.

Mulai dari pengecekan desain, proses cetak, lipat, penyusunan lembaran mushaf, penjahitan, pengeleman, jilid atau cover, memasang batas pita, proses embos, casing in, dan terakhir quality control out going.

“Sebagian besar pekerja di sini merupakan warga Kiaracondong. Kami memang ingin memberdayakan masyarakat sekitar,” ungkapnya.

Ia berharap, meski teknologi telah berkembang bahkan zamannya sudah serba digital, Qur’an cetak tetap memiliki segmen khusus.

“Kami harap melalui mushaf cetak ini bisa mendatangkan keberkahan karena proses pembuatannya memperhatikan adab dan syariat yang sesuai,” harapnya. (din)