BANDUNG, KJ – Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat menyoroti rendahnya angka rata-rata lama sekolah anak di Jawa Barat yang hanya sampai di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena sebagian besar masyarakat Jawa Barat selama ini hanya bisa mengenyam pendidikan sampai ke jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Angka yang terbilang rendah tersebut tentunya bukan hanya tanggungjawab pemerintah provinsi, tapi juga harus mendapat perhatian dari pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat. Karena rata-rata pendidikan SMP tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota yang tentunya menjadi kewenangan kedua pemangku kebijakan,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat H. Yomanius Untung, S.Pd, kepada wartawan di DPRD Jawa Barat, Jumat (4/5).
Namun, menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana bisa memetakan persoalan terkait dengan rata-rata lama sekolah itu. Sebagai pemetaan yang akurat, agar diketahui persis letak yang menjadi persoalan.
Karena itu pemerintah provinsi Jabar maupun kabupaten/kota harus mencari tahu penyebab rendahnya angka rata-rata lama sekolah di Jawa Barat. Sebab, trend yang cenderung memprihatinkan bisa saja dikarenakan Angka Partisipasi Kasar (APK) yang belum ideal karena baru mencapai 82 persen.
“Artinya masih ada lulusan SMP yang belum meneruskan ke SMA, kira-kira 18 persen dan itu yang harus dikaji betul,” tegasnya.
Untuk menekan permasalahan tersebut, DPRD Jawa Barat meminta pemerintah provinsi menyiapkan kebijakan dengan mendorong pendidikan-pendidikan seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Adanya PKBM tersebut, dipastikan mampu mendongkrak rendahnya angka rata-rata sekolah karena masyarakat bisa mengambil paket A, B dan C.
Menurutnya, meski rendahnya angka rata-rata lama sekolah kemungkinan ada masyarakat anak usia sekolah. Namun, menurutnya, mencatat kemungkinan tersebut memiliki jumlah yang relatif sedikit dikarenakan lebih banyak dipengaruhi masyarakat di luar sekolah atau yang tidak melanjutkan pendidikan.
Sementara untuk pendidikan formal pemerintah bisa memanfaatkan program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), meski tidak sekolah setiap hari, PJJ tersebut dinilai masuk kategori negeri. ”Ini untuk mengakomodir anak usia sekolah yang tidak mengikuti pendidikan formal reguler atau misalnya, Senin-Jumat karena dia hanya mempunyai waktu Sabtu dan Minggu,” ujar untung. (AS)