JAKARTA KJ – Sejak 1982 serikat pekerja dilibatkan dalam survey pasar untuk menentukan Nilai Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Setelah itu barulah kemudian berunding untuk menentukan besarnya upah minimum, yang salah satunya menggunakan acuan hasil survey yang dilakukan bersama-sama.
Selanjutnya jika PP No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan diberlakukan maka akan berdampak pada meningkatnya tingkat kemiskinan buruh dan mengancam demokrasi dalam hal kebebasan. Karena dalam menetapkan besarnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah Pemerintah dalam hal ini Badan Pusat Statistik, bukan dari hasil yang melibatkan serikat pekerja.
“Persoalan penolakan PP No 78 tahun 2015 tentang pengupahan, karena dinilai subtansinya tidak sejalan dengan uu No 23 tahun 2003” ungkap Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, H Syamsyul Bachri saat memfasilitasi audiensi Aliansi Buruh Jabar dengan Komisi IX DPR RI yang berlangsung di Ruang Nusantara satu Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1/2017).
Syamsul menambahkah, tuntutan Aliansi Buruh Jabar selanjutnya tentang revisi uu perburuhan. “Aliansi ingin mendengarkan revisi uu perburuhan apakah sudah masuk prolegnas, ternyata tadi sudah disampaikan bahwa itu belum masuk pada daftar prolegnas”, katanya. (AS)