BANDUNG, KJ – Melawan batas dan ketidakmungkinan menjadi semangat awal perempuan berusia 29 tahun yang memiliki nama Desy Amelia ini. Berawal dari hobi, akhirnya Desy terjun lebih dalam lagi menggeluti dunia sepak bola yang ia cintai sejak kecil.
“Memilih sepak bola itu karena panggilan hati,” ucap Desy saat ditemui di sela-sela waktu istirahatnya menjadi wasit dalam turnamen sepak bola wanita Wali Kota Bandung Cup di Stadion Sport Jabar Arcamanik, Sabtu 30 Juli 2022.
Meski menyukai olahraga lain, tapi baginya, bermain sepak bola merupakan momen di saat ia bisa merasa lebih senang dan tak memiliki beban.
“Sempat ditentang dari orang tua juga sebenarnya, ‘Untuk apa perempuan main sepak bola’. Tapi setelah saya ‘dijebak’ sampai masuk tim nasional (timnas) tahun 2016, orang tua lihat hasilnya seperti apa, jadi lebih percaya kalau anaknya ini mampu dan berpotensi,” ujarnya.
Ia menceritakan, kesempatan masuk timnas sepak bola putri bermula dari ketua RT di rumahnya yang tiba-tiba mendaftarkan ia masuk dalam turnamen setempat. Sampai akhirnya ia mendapatkan kesempatan masuk ke tim Jabar hingga dipanggil bergabung dalam timnas.
Meski awalnya sempat kaget dan bingung, tapi Desy merasa bersyukur bisa ‘dijebak’ masuk dalam timnas sepak bola putri.
“Bermula dari ‘jebakan’ Pak RT, akhirnya saya dapat tawaran masuk timnas. Meski kaget, tapi ya ternyata menyenangkan juga terjebak seperti ini. Bisa bertemu orang-orang baru, bahkan masih muda-muda,” ungkapnya.
Bertemu dengan lingkungan baru membangun perspektif berbeda dalam benak Desy.
Ia mengaku, biasanya di tempat ia berlatih dan bertanding sepak bola lebih didominasi pemain senior. Sedangkan di timnas, banyak pemain segar yang usianya masih sangat muda.
“Jadi ada perspektif dan semangat baru yang bisa dipelajari dari orang-orang di pusat. Mereka muda-muda, tapi sangat berbakat,” akunya.
Tak hanya sampai di sana, Desy juga menjajal peran lainnya, yakni menjadi wasit sepak bola berlisensi.
Sudah lima tahun ia mendalami pekerjaan ini. Meski begitu, ia tetap aktif menjadi atlet sepak bola sekaligus atlet futsal putri.
Bagi Desy, menjadi pesepak bola harus siap diposisikan di mana pun sesuai dengan instruksi pelatih. Terlebih jika tengah bermain dalam liga futsal, semua peran harus bisa ia jalankan dengan apik.
“Kalau aslinya saya ada di posisi tengah. Tapi karena kebutuhan tim, pelatih kadang menunjuk saya ke libero, wing back, bahkan pernah jadi penjaga gawang. Posisi manapun yang dipilih pelatih, saya siap,” tuturnya.
Meski Desy menjadi atlet di dua bidang olahraga yang relatif mirip, tapi baginya tantangan paling besar saat ia bermain di pertandingan futsal.
“Pergantiannya sangat cepat, perputaran pemainnya juga sangat fleksibel, sehingga kita harus siap ditempatkan di posisi manapun. Beda dengan sepak bola yang masih bisa saling backup, flownya juga beda,” paparnya.
Menurutnya, tak banyak orang yang mengetahui bagaimana peran perempuan dalam dunia sepak bola. Sehingga, bagi Desy, turnamen Wali Kota Cup ini menjadi momentum yang baik untuk menyampaikan pada masyarakat jika banyak atlet perempuan yang berpotensi di Kota Bandung.
“Apalagi dibuka untuk umum ya, jadi banyak regenerasi buat ke depannya. Ini juga bisa menambah antusias buat pesepak bola putri karena tidak bisa dipungkiri kalau sepak bola putri itu belum bisa sederajat dengan sepak bola putra,” tuturnya.
Ia berharap, turnamen ini bisa menjadi pencetus agar ke depannya semakin lebih banyak lagi acara pertandingan yang akan digelar untuk para atlet sepak bola putri di Kota Bandung. Sehingga akan banyak anak muda yang semangatnya semakin lebih meningkat.
“Karena dengan adanya turnamen mereka jadi punya tujuan dan itu juga bisa menambah jumlah timnas kita. Apabila banyak usia muda yang antusias, maka jadi banyak pilihan pemain di masa yang akan datang,” imbuhnya.
Berbeda dengan masanya dahulu yang sangat minim acara turnamen, sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui potensi para atlet perempuan. Pun jika ada penyelenggaraan turnamen, informasinya tak semasif sekarang.
Tingginya animo para turnamen kali ini yang sampai diikuti 352 atlet dari 30 kecamatan se-Kota Bandung menjadi angin segar bagi dunia sepak bola putri.
Namun, bagi Desy, para bibit atlet ini masih perlu didampingi untuk diasah lebih lagi melalui pelatihan dan kompetisi turnamen.
“Ada 300 lebih atlet yang ikut dan pasti banyak bibit unggul, tapi para atlet ini masih mentah. Dengan adanya turnamen ini, bisa memunculkan tim dan sponsor yang mau mewadahi sepak bola putri agar ke depannya mereka bisa lebih maju lagi,” katanya.
“Karena sayang kalau sudah banyak bibit atletnya tapi tidak punya wadah, tidak ada eventnya, ya tidak akan berjalan. Sehingga semuanya harus beriringan,” imbuhnya.
Sebab, jika tidak ada wadah yang menyambut antusiasme para atlet ini, lama kelamaan semangat mereka bisa meredam karena tak tahu harus berlatihan di mana dan untuk apa.
Baginya, tak bisa dipungkiri jika proses itu tidak akan mengkhianati hasil.
“Adik-adik ini harus kita bina dari bawah, harus ada prosesnya juga agar hasilnya juga mengikuti secara positif. Dari sekian banyak anak muda di Indonesia, pasti akan terbentuk para atlet yang bisa membela tanah air,” harapnya.
Ia juga berpesan agar para atlet muda harus keluar dari zona nyaman mereka dengan mencoba peran-peran dan posisi baru demi memaksimalkan potensi.
“Tidak semua atlet sepak bola bisa main futsal, pun sebaliknya. Jadi, para bakal calon atlet yang masih muda-muda ini, maksimalkan potensi kita agar bisa ditempatkan di mana pun nantinya,” katanya. (din)