BANDUNG, KJ – Menteri Kesehatan Indonesia mengatakan sebanyak 75 persen masukan masyarakat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan telah ditampung dan ditindaklanjuti untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Salah satu usulan tersebut datang dari Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Padjadjaran (Unpad). Iftida Yasa, Alumni Fakultas Hukum Unpad menyampaikan dalam RUU Kesehatan tertuang jika BPJS kesehatan wajib bekerja sama dengan RS yang mengajukan kerja sama.
“Ini juga tidak sesuai dengan prinsip sukarela,” ujar Iftida dalam Forum IKA Unpad, kemarin.
Selain itu, redaksi dalam RUU yang berbunyi: akan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri kesehatan, disebut tidak pas.
“Kedua badan itu punya peran yang sangat beda. Kemenkes itu bertugas untuk membangun dan menyiapkan infrastruktur, termasuk dokternya. Sedangkan BPJS kesehatan itu badan penyelenggara jaminan sosial,” paparnya.
Menurutnya, jika tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebanyak itu diberikan kepada satu pihak, maka akan terjadi over power. Sebab pembuat kebijakan tidak boleh disatukan dengan pelaksana
Berdasarkan banyaknya masukan dari masyarakat melalui medsos, akhirnya BPJS kesehatan tetap di bawah koordinasi presiden tanpa melapor dulu ke Kemenkes.
“Tapi ini baru sebatas statement. Nanti akan dibawa ke Komisi IX,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, ujung tombak pelayanan kesehatan ada di puskesmas, klinik, atau RS. Namun, masih banyak RS yang belum memaksimalkan BPJS kesehatan.
“Padahal rata-rata penghasilannya RS itu 60 persen dapat dari BPJS kesehatan. Tanpa BPJS kesehatan, RS tidak bisa hidup,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurutnya tak seharusnya RS menolak atau menyampingkan pasien BPJS.
Selain itu, ia menambahkan, mengenai rencana kelas rawat inap standar belum pasti diaplikasikan berdasarkan uji coba yang dihasilkan.
“Iuran masih berlaku seperti biasa, 3 kelas. Kalau kita punya kartu BPJS kesehatan kelas 3, tidak bisa naik kelas. Kalau kelas 2 atau 1 bisa naik ke kelas VIP. Diperbolehkan dengan catatan tambahan iuran,” jelasnya.
Pada pembahasan BPJS kesehatan, Iftida mengatakan, berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2016, difabel dan lansia mendapat perhatian khusus.
“Untuk difabel dan lansia akan dikasih kartu merah untuk line khusus prioritas,” ucapnya.
Sampai saat ini, sebanyak 40 persen iuran BPJS kesehatan didapat dari penerima bantuan iuran (PBI). Ada yang dari APBN dan ada pula dari APBD. Lalu sebanyak 60 persen dari masyarakat.
“Dalam 60 persen itu, 30 persennya dari dunia usaha. Selebihnya adalah pekerja mandiri. Siapa saja yang mau ikut BPJS secara mandiri bisa,” tuturnya.
BPJS kesehatan memiliki program rehabilitasi. Jika pengguna BPJS kesehatan memiliki tunggakan, bisa cicilan maksimal 12 bulan.
“Sudah tunggak 5 tahun misalnya, itu dihitung maksimal cuma dua tahun,” imbuhnya. (din)