BANDUNG, KJ – Kekerasan dan pelecehan seksual kerap menjadi barang tabu untuk dibahas. Sebagian besar korban merasa malu dan takut untuk melaporkannya. Sedangkan para pelaku merasa jika tindakannya hanya sebatas candaan biasa.
Seperti kasus terbaru yang dialami salah satu siswi SMK dalam sebuah angkutan umum di Kota Bandung. Seorang pria memegang tubuh seorang penumpang siswi SMK dengan dalih ingin mengambil minuman yang ada di dekat siswi tersebut.
Aksi pelecehan seksual itu terekam kamera penumpang lainnya. Bahkan, pelaku sempat ditegur oleh penumpang tersebut untuk berhenti melakukan hal tak pantas pada siswi ini.
Kepolisian sudah melakukan tindak lanjut terhadap kasus pelecehan seksual di angkot tersebut. Pelakunya pun sudah diamankan.
Kekerasan dan pelecehan seksual merujuk kepada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik atau non-fisik, menyasar kepada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang.
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Sumiati, tindakan ini antara lain, siulan, main mata, komentar ataupun ucapan yang bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi serta keinginan seksual.
Termasuk juga colekan atau sentuhan pada bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, sehingga kemudian mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung.
Tindakan pelecehan juga dapat berupa merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin hingga menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan keselamatan.
Dari tahun 2019-2021, terdata 40 klien kekerasan anak di sekolah yang sudah kita tangani. Namun, tentu masih banyak kasus yang tidak terlaporkan ke pihak DP3A.
Sebab, masih banyak orang yang menganggap biasa kasus kekerasan anak berupa verbal. Sehingga, tindakan tersebut tak segera dilaporkan, bahkan tak ditangani.
“Oleh karena itu, jika warga Bandung mengalami atau melihat tindakan kekerasan maupun pelecehan, segera laporkan pada UPTD PPA melalui kontak (022) 723 0875 atau WhatsApp di 0838 2110 5222,” imbau Uum.
Korban akan mendapatkan penanganan berupa pelayanan hukum, pelayanan psikologis, mediasi, penjangkauan kasus, dan melakukan rujukan.
Selanjutnya akan dilakukan monitoring dan pelaksanaan intervensi hingga kasus selesai ditangani.
Agar kejadian serupa tak terjadi, perlu adanya partisipasi dari semua pihak. Sebab, jika hanya DP3A yang menjalankan tugas mengawasi sampai mendampingi, kasus kekerasan pada anak tak akan bisa selesai begitu saja.
Yuk, berani laporkan dan stop kekerasan serta pelecehan pada anak dan perempuan! (din)