GARUT, KJ – Dihadapan ratusan warga, anggota MPR RI dari Fraksi PAN, Haerudin, S.Ag., MH, dalam sosialisasi empat pilar menegaskan budaya gotong-royong di kalangan masyarakat kini dirasakan semakin memudar.
Penyebabnya, lanjut Haerudin selain arus informasi global, penyakit individualisme juga masuknya budaya asing ikut pula menjadi faktor dalam mempengaruhi hingga terkikisnya budaya itu.
“Padahal budaya dan sikap gotong royong adalah bagian yang tak terpisahkan bahkan sudah sejak lama tertanam dan mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dan itu dianut oleh kita sebagai salah satu wujud pengamalan nilai-nilai Pancasila,” ujar putera asli Garut ini di Padepokan Manda Agung, Kampung Baru Desa Mandalakasih Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Garut, Selasa (24/4).
Menurutnya, bukan hanya budaya gotong royong yang tergerus dan menurun, tetapi proses politik pun dinilainya kini cenderung sudah tidak lagi mengedepankan musyawarah mufakat.
“Nilai-nilai kebangsaan kita sudah turun. Bukan hanya budaya gotongroyong yang kini dirasa tak sekental dulu. Tapi kita pun dihadapkan pada proses politik yang kini sudah menang-menangan atau banyak-banyakkan. Siapa yang banyak pasti menang, itu yang kini terjadi! Ini tentunya sangat jauh dari nilai-nilai luhur bangsa yang mengutamakan hasil musyawarah mufakat,” serunya.
Dalam pressrelease yang diterima redaksi, kondisi memudarnya budaya gotongroyong diakuinya tidak hanya terjadi di perkotaan, melainkan juga sudah menggerogoti tradisi gotong royong dan mulai merambah hingga ke pedesaan.
Ditambahkan Haerudin yang terpilih dari Dapil Jabar XI ini, pengaruh penyakit individualisme berimbas makin meluas di masyarakat sehingga nilai kebangsaan pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup yang seharusnya menjadi benteng kini dinilainya semakin rapuh bahkan seolah sudah tidak lagi menjadi arah pandang dan sikap.
“Hal ini jangan dibiarkan terus terjadi, maka itu perlu dibangun terus menerus nilai kesadaran yang menjadi kekuatan serta ruh dalam bermasyarakat bernegara,” tegasnya.
Pada kesempatan itu pun Haerudin menyinggung kebijakan pemerintah prihal perekonomian yang lebih condong pada kapitalisme. Menurutnya, seharusnya yang dibangun adalah bagaimana terciptanya sosio democrasi atau demokrasi sosial.
“Ini sangat disayangkan, nilai luhur yang tulen milik bangsa kita gotong royong sudah pudar, ditambah nilai religiusitas kita pun tergerus seolah-olah negara ini negara sekuler,” tambahnya.
Hal ini seperti pada gerakan anti politisasi mesjid yang selama ini berkembang, padahal ditegaskannya pikiran semacam itu adalah menyesatkan. Dirinya memandang Islam dan pancasila adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan karena keduanya bertujuan mewujudkan perdamaian di bumi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Oleh sebab itu keduanya (Islam dan Pancasila.red) menjadi bagian dari ruh bangsa Indonesia,” tutupnya. (AS)